Beberapa hari yang lalu beberapa teman saya share ajakan tentang menulis random alias apa saja setiap hari selama sebulan penuh. Hmmm, what a challenge! Tanpa pikir panjang saya pun membulatkan niat untuk ikutan. Sudah lama blog ini diam dalam kesendirian karena yang punyanya (sok) sibuk kuliah. Plus, ajang ini bisa jadi pemanasan untuk menulis disertasi. Yeah.
Hari pertama ini saya ingin menulis tentang sarapan. Simply because I just finished my breakfast.
Hasil pengamatan saya terhadap beberapa orang di sekitar saya, ada beberapa tipe orang berdasarkan kebiasaan sarapan mereka. Tipe pertama adalah orang yang harus selalu sarapan. Biasanya, orang-orang ini sejak kecil selalu terbiasa sarapan, sehingga jika tidak sarapan, rasanya ada yang hilang dari diri mereka. Tipe kedua, adalah tipe yang pengen sarapan tapi nggak sempat. Saya banget. Kami lapar, kami tahu kami butuh sarapan, namun apa daya, waktu tak sampai. Tidur lima menit lebih lama di pagi hari itu nikmatnya berpuluh kali lipat dibanding bangun lima menit lebih awal untuk sarapan. Tipe ketiga, adalah orang-orang yang justru ogah sarapan. Beberapa bilang, sarapan malah bikin mereka mual kekenyangan dan mengantuk sehingga nggak bisa konsen belajar atau bekerja.
Saya pernah membaca beberapa jurnal ilmiah tentang manfaat sarapan pada berbagai usia. Dan hasilnya ternyata bervariasi! Ada penelitian yang bilang kalau sarapan itu nggak berpengaruh banyak sama performance di sekolah atau tempat kerja, ada yang bilang berpengaruh. Menurut saya sih hal ini lumrah, karena banyak faktor lain yang menentukan performance selain sarapan. Misalnya, jumlah jam tidur. Jenis sarapannya itu sendiri seperti apa, usia... Jadi wajar kalau hasilnya tidak bisa digeneralisasi.
Seperti yang sudah saya bilang, saya termasuk tipe pengen sarapan tapi nggak sempat. Waktu saya masih tinggal bersama mama-papa sih saya pasti sarapan, karena mama saya adalah tipe ibu yang nggak akan membiarkan anggota keluarganya keluar rumah tanpa segelas susu, atau segelas Energen, plus dua roti tawar aneka isi. Saat saya ngekos, mulailah hari-hari tak pernah sarapan dimulai. Minum susu doang biasanya, diikuti beberapa potong gorengan berminyak asoy yang dibeli dalam perjalanan ke kampus. Luar biasa sekali! Seiring bertambahnya usia, saya sadar bahwa saya nggak bisa tiap hari hidup dengan ubi goreng untuk memulai hari kalau saya nggak pengen mati di usia dini karena myocardial infarction. Saya pun mencoba hidup sehat dengan membeli oat siap saji, kemudian saya simpan di laci kantor. Jadi walaupun saya nggak sempat sarapan di rumah, saya bisa sarapan di kantor. Hal ini cukup berhasil, hingga akhirnya saya bosan makan oat tiap pagi. Lalu saya beralih ke tukang bubur ayam depan kantor. Lumayan, variasi.
Ketika saya tiba di UK, saya menjadi penggemar setia sereal dan susu. Susu di sini menurut saya enak dan fresh banget, plus harganya super terjangkau. Awal-awal datang, saya nggak terbiasa harus makan sereal dan susu dingin pagi-pagi (apalagi pas lagi winter), jadi saya selalu memanaskan sarapan saya di microwave dahulu sebelum disantap. Sekarang sih saya sudah lebih bisa mentolerir minum susu dingin pagi-pagi. Omelet alias telur dadar juga menjadi pilihan saya buat sarapan disini. Versi super malas, saya kocok telor, kasih garam dan merica, lalu masukin ke microwave selama 40 detik. Jadi deh omelet. Hahaha...
Pilihan menu sarapan tidak bisa dipungkiri dipengaruhi juga oleh kebudayaan daerah setempat. Suatu kali saya ngobrol dengan teman saya yang berasal dari Belgia. Saya cerita, di Indonesia, nasi bisa menjadi pilihan sarapan. Dia terkejut banget, karena menurutnya nasi itu 'berat' banget, mengenyangkan, masa iya sarapan nasi. Dia lalu cerita kalau dia paling suka makan roti. Seperti halnya saya bisa makan nasi saat sarapan, makan siang maupun makan malam, dia juga bisa makan roti di setiap kesempatan. Saya bilang, saya nggak suka roti. Rasanya hambar, nggak enak deh menurut saya. Teman saya ini bilang, mungkin karena saya nggak makan roti yang bener-bener baru keluar dari oven, yang lembut banget saking fresh-nya, seperti yang ia selalu makan di Belgia. Ah, sepertinya dia benar! Roti tawar di Indonesia kan kebanyakan produksi massal di industri, jadi nggak begitu fresh. Beberapa hari belakangan saya jadi rajin makan roti tawar tiap pagi, pilih yang whole grain karena saya suka teksturnya, dengan topping unsalted butter dan madu.
Sejak jadi rajin sarapan, saya merasa saya lebih bisa konsentrasi dengan baik sepanjang hari. Plus penyakit maag saya jadi nggak sering kumat. Sekarang saya lagi menghitung hari untuk bisa kembali sarapan nasi kuning, bubur ayam, atau bacang. Rindu banget deh sama menu sarapan super-karbo itu.
Nah, ini cerita sarapan saya. Kalau kamu?
Hari pertama ini saya ingin menulis tentang sarapan. Simply because I just finished my breakfast.
Hasil pengamatan saya terhadap beberapa orang di sekitar saya, ada beberapa tipe orang berdasarkan kebiasaan sarapan mereka. Tipe pertama adalah orang yang harus selalu sarapan. Biasanya, orang-orang ini sejak kecil selalu terbiasa sarapan, sehingga jika tidak sarapan, rasanya ada yang hilang dari diri mereka. Tipe kedua, adalah tipe yang pengen sarapan tapi nggak sempat. Saya banget. Kami lapar, kami tahu kami butuh sarapan, namun apa daya, waktu tak sampai. Tidur lima menit lebih lama di pagi hari itu nikmatnya berpuluh kali lipat dibanding bangun lima menit lebih awal untuk sarapan. Tipe ketiga, adalah orang-orang yang justru ogah sarapan. Beberapa bilang, sarapan malah bikin mereka mual kekenyangan dan mengantuk sehingga nggak bisa konsen belajar atau bekerja.
Saya pernah membaca beberapa jurnal ilmiah tentang manfaat sarapan pada berbagai usia. Dan hasilnya ternyata bervariasi! Ada penelitian yang bilang kalau sarapan itu nggak berpengaruh banyak sama performance di sekolah atau tempat kerja, ada yang bilang berpengaruh. Menurut saya sih hal ini lumrah, karena banyak faktor lain yang menentukan performance selain sarapan. Misalnya, jumlah jam tidur. Jenis sarapannya itu sendiri seperti apa, usia... Jadi wajar kalau hasilnya tidak bisa digeneralisasi.
Seperti yang sudah saya bilang, saya termasuk tipe pengen sarapan tapi nggak sempat. Waktu saya masih tinggal bersama mama-papa sih saya pasti sarapan, karena mama saya adalah tipe ibu yang nggak akan membiarkan anggota keluarganya keluar rumah tanpa segelas susu, atau segelas Energen, plus dua roti tawar aneka isi. Saat saya ngekos, mulailah hari-hari tak pernah sarapan dimulai. Minum susu doang biasanya, diikuti beberapa potong gorengan berminyak asoy yang dibeli dalam perjalanan ke kampus. Luar biasa sekali! Seiring bertambahnya usia, saya sadar bahwa saya nggak bisa tiap hari hidup dengan ubi goreng untuk memulai hari kalau saya nggak pengen mati di usia dini karena myocardial infarction. Saya pun mencoba hidup sehat dengan membeli oat siap saji, kemudian saya simpan di laci kantor. Jadi walaupun saya nggak sempat sarapan di rumah, saya bisa sarapan di kantor. Hal ini cukup berhasil, hingga akhirnya saya bosan makan oat tiap pagi. Lalu saya beralih ke tukang bubur ayam depan kantor. Lumayan, variasi.
Sereal dan fresh strawberry, tentunya plus susu. Yummy! |
Toast, omelette, yoghurt, and milk coffee. |
Ketika saya tiba di UK, saya menjadi penggemar setia sereal dan susu. Susu di sini menurut saya enak dan fresh banget, plus harganya super terjangkau. Awal-awal datang, saya nggak terbiasa harus makan sereal dan susu dingin pagi-pagi (apalagi pas lagi winter), jadi saya selalu memanaskan sarapan saya di microwave dahulu sebelum disantap. Sekarang sih saya sudah lebih bisa mentolerir minum susu dingin pagi-pagi. Omelet alias telur dadar juga menjadi pilihan saya buat sarapan disini. Versi super malas, saya kocok telor, kasih garam dan merica, lalu masukin ke microwave selama 40 detik. Jadi deh omelet. Hahaha...
Pilihan menu sarapan tidak bisa dipungkiri dipengaruhi juga oleh kebudayaan daerah setempat. Suatu kali saya ngobrol dengan teman saya yang berasal dari Belgia. Saya cerita, di Indonesia, nasi bisa menjadi pilihan sarapan. Dia terkejut banget, karena menurutnya nasi itu 'berat' banget, mengenyangkan, masa iya sarapan nasi. Dia lalu cerita kalau dia paling suka makan roti. Seperti halnya saya bisa makan nasi saat sarapan, makan siang maupun makan malam, dia juga bisa makan roti di setiap kesempatan. Saya bilang, saya nggak suka roti. Rasanya hambar, nggak enak deh menurut saya. Teman saya ini bilang, mungkin karena saya nggak makan roti yang bener-bener baru keluar dari oven, yang lembut banget saking fresh-nya, seperti yang ia selalu makan di Belgia. Ah, sepertinya dia benar! Roti tawar di Indonesia kan kebanyakan produksi massal di industri, jadi nggak begitu fresh. Beberapa hari belakangan saya jadi rajin makan roti tawar tiap pagi, pilih yang whole grain karena saya suka teksturnya, dengan topping unsalted butter dan madu.
Sejak jadi rajin sarapan, saya merasa saya lebih bisa konsentrasi dengan baik sepanjang hari. Plus penyakit maag saya jadi nggak sering kumat. Sekarang saya lagi menghitung hari untuk bisa kembali sarapan nasi kuning, bubur ayam, atau bacang. Rindu banget deh sama menu sarapan super-karbo itu.
Nah, ini cerita sarapan saya. Kalau kamu?
Banana, oat crumbles, and honey. |
Tapi sarapan memang bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi. Cuma nggak saklek harus pagi2 buta dan menunya bebas. Yg penting cukup karbo dan protein. :D
ReplyDelete