Wednesday 3 July 2013

Traveling Rules: Urinasi Selagi Sempat, Makan Selagi Tersedia!



Yupp!! Dua rules itu yang selalu saya pegang bener-bener saat menjalani pekerjaan saya, yang membuat saya menghabiskan setengah waktu hidup saya berada di perjalanan dengan berbagai moda angkutan: pesawat, bus, kereta api, mobil, travel, taksi, ojeg, becak, semua.

Pertama: urinasi alias buang air kecil lah selagi sempat. Selagi tersedia WC yang cukup eligible dijadikan tempat berhajat. Selagi tersedia air mengalir yang cukup bersih dan tisu untuk seka-seka.

Kenapa? Simpel. Dalam perjalanan kita nggak bakal selalu mempunyai kesempatan untuk melaksanakan salah satu fungsi fisiologis penting tubuh ini. Padahal, urinasi penting sekali dalam menjaga keseimbangan cairan dan elektrololit dalam tubuh, plus menahan-nahan urinasi, seperti yang kita tahu, akan menyebabkan akumulasi kristal oksalat yang akhirnya dapat berujung pada suatu penyakit yang kita sebut batu ginjal.

Dalam satu sesi perjalanan ‘mengarungi’ Pantura by travel, sang bapak sopir berhenti di salah satu SPBU dan mempersilakan penumpang buat buang air. Saya melongok WC-nya, ya ampun, keinginan urinasi langsung hilang melihat kondisi dan semeriwing aroma si WC. Nyesel banget, kenapa tadi nggak pipis di pool travel dengan kondisi WC yang masih agak aduhai. Sejak kejadian itu, tiap ketemu WC yang cukup potensial dijadikan tempat urinasi, saya pasti urinasi, whether itu lagi kebelet atau engga sama sekali. Ya itu tadi, daripada nggak nemu WC lagi sepanjang jalan?

Salah satu dosen saya semasa kuliah pernah berujar, otot kandung kemih kita adalah otot skelet, jadi seharusnya keinginan urinasi bisa kita atur sesuai keinginan kita: isi kandung kemih bisa kita tahan saat belum pengen atau belum bisa, dan bisa kita keluarkan saat kita inginkan. (FYI, ada 3 jenis otot di tubuh, salah satunya otot skelet, dengan salah satu cirinya adalah diatur oleh sistem saraf somatik sehingga sifatnya voluntarily controlled. More info kindly visit this link ).

Tapi, kadang teori tinggallah teori. Sebagaimanapun kuatnya saya menahan si otot skelet buat menangguhkan urinasi, tapi dia selalu bisa membuat saya resah gelisah sepanjang perjalanan. Pernah nih, saya berada dalam perjalanan dari Makassar menuju ke Jakarta. Pas masih boarding rasanya nggak ada hasrat sama sekali buat urinasi. Eh setelah beberapa saat di pesawat, dengan induksi dari segelas air mineral dan segelas apple juice, perasaan ingin urinasi mulai muncul. Tapi dasar males gerak, saya tangguhkan kegiatan urinasi. Nggak berapa lama, saya bener-bener nggak tahan. Sialnya, saat itu pilot udah mengeluarkan pernyataan prepare for landing, sehingga WC pesawat tidak bisa digunakan. Duh, terpaksa ditahan lah ini, dengan perkiraan 10 menitan lagi bisa sampai ground dan touchdown WC bandara. Ternyata! Hari itu traffic Bandara Soetta sedang penuh-penuhnya sehingga pesawat saya harus berputar-putar dahulu di udara karena menunggu izin landing. Huaaa… Menahan urinasi itu sangat menyiksaaa…. Sampai akhirnya pesawat landing, saya langsung heboh lari-lari mendapati WC terdekat. Fyuuh, lega bangeeet saat akhirnya bisa urinasi!
**

Kedua, makanlah selagi ada makanan tersedia di depan kita. Nggak, bukan bermaksud menyuruh jadi rakus, tapi janganlah mengabaikan makanan karena alasan kita nggak laper, nggak pengen, apalagi pengen diet (inget! Rules ini setting-nya lagi traveling ya!).
Asli hasil jepretan saya nih beberapa kuliner yg saya temui saat kerja :D (as seen on my Instagram )


Kenapa? Karena dalam perjalanan, kita nggak tahu kapan lagi kita bisa ketemu makanan, alias kita nggak tahu kapan lagi kita bisa makan. Syukur-syukur kalau kita traveling menuju destinasi yang sudah kita kenal baik medannya, jadi kita bisa tahu kira-kira kapan dan dimana akan dapet makanan. Nah yang masalah adalah saat kita nggak tahu apa-apa soal tempat yang bakal kita tuju. Kalau kota besar mungkin gampang ya nemuin convenience store yang buka 24 jam. Lah saya sering kebagian upcountry ke kota-kota yang bahkan udah mulai sepi jam 7 malem.

Setiap kali naik penerbangan yang menyediakan meal, mau laper atau nggak, suka menunya tau nggak, saya pasti menyikat habis meal tersebut. Mama saya pernah berujar, dalam perjalanan, apapun bisa terjadi. Salah satunya adalah kecelakaan (amit-amit getok meja duaribu kali) dimana dalam kondisi seperti itu, kita nggak tahu kapan lagi kita bisa makan. Selain itu, traffic jam yang sulit diprediksi, hal-hal teknis yang menyertai perjalanan, semuanya sulit diprediksi. That’s why, saya selalu makan setiap kali saya bisa menemukan makanan dalam perjalanan, yang tentunya cukup bersih dan bergizi juga.

Salah satu cara mencegah kelaparan dan kehausan tentunya dengan bawa bekel makanan ringan buat dicemil di jalan. Buat saya pribadi, air minum, permen (pertolongan pertama pada light hypoglicaemia buat saya), dan syukur-syukur biskuit (oatmeal biscuit is the best!) adalah must have items tas saya, selain barang-barang live saving lain (sebut saja payung, lipstik, dan power bank).
**

Well, itu tadi sedikit penjabaran saya mengenai dua rules teratas dalam hidup nomaden a la saya. Jadi karyawan dengan jobdesc kebanyakan-di-jalan-jarang-di-rumah gini emang sedikit banyak membuat saya jadi harus prepare buat hal-hal unexpected, tapi bukan berarti nggak bisa diprediksi dan disiasati kok.

Cheers, and happy traveling!

No comments:

Post a Comment