Ada suatu kesibukan baru dalam hidup saya sejak bulan Oktober 2013 hingga April 2014 kemarin: menyiapkan diri untuk tes
IELTS,
or the International English Language Testing System. IELTS,
as we know, adalah suatu tes untuk membuktikan
proficiency atau kemahiran kita di bidang Bahasa Inggris. Tingkat kemahiran kita akan diukur dengan angka, yang berkisar antara 0-9.
By the way, IELTS ini emang bukan satu-satunya
English proficiency test yang ada dan banyak diakui secara internasional sih. Ada juga TOEFL dan banyak yang lainnya.
In my case,
I prefer IELTS karena negara tujuan saya (tujuan apa hayo, hihi semoga bisa dibahas di post-post berikutnya hihi) adalah United Kingdom, dan setahu saya negara-negara British Commonwealth emang lebih
prefer IELTS daripada TOEFL.
By the way lagi, saya kemarin dapat e-mail dari suatu universitas berbasis UK dan mereka memberitahu bahwa per 6 April 2014, TOEFL sudah tidak diterima sebagai syarat
English proficiency untuk mendapatkan UK Visa Student Tier 4. Untuk lebih jelasnya mungkin bisa dibaca
disini ya.
Back to me and my IELTS test. FYI, saya belum pernah ikutan tes IELTS sebelum ini. TOEFL sih udah pernah, tapi hanya yang paper based, intitusional pula. So saya cukup deg-degan nih karena dihadapkan dengan target dapat nilai minimal overall 6.5 dengan nilai minimal setiap section adalah 6. Ada empat section yang diujikan dalam tes IELTS: listening, reading, writing, dan speaking.
Kegiatan persiapan saya mulai dengan tanya-tanya pengalaman beberapa teman yang sudah lebih dulu tes. Ada yang bilang tesnya susah, ada yang bilang biasa aja, macem-macem deh. Tapi yang jelas semua teman tersebut memberi nasehat bahwa saya sebaiknya belajar dan mempersiapkan diri dengan baik sebelum tesnya. Bukan apa-apa, tes IELTS ini harganya cukup mahal, sekitar 2,5 juta rupiah, jadi bodoh aja rasanya kalau asal-asalan ngambil tes dan nggak lulus.
Salah satu teman,
Kiki, berhasil dapat
overall score 7 buat IELTS-nya. Kata Kiki, dia banyak belajar mandiri. Dari Kiki pula saya dapat rekomendasi beberapa buku untuk latihan IELTS. Salah satu yang dia
recommend adalah Barron's. Saya beli bukunya, harganya sekitar 300 ribu, di Kinokuniya Plaza Senayan. Saya coba kerjakan tes-tes yang ada disana. Pertamanya sih masih agak
awkward, terutama pas bagian listening. Saya kebiasa dengar American accent di film atau lagu, sekalinya listening dengan British accent, butuh beberapa waktu buat g
etting used to it.
Setelah mengerjakan soal-soal di Barron's, saya memutuskan untuk ikut
mock exam alias semacam
try out IE:LTS ini. Saya ambil tes-nya di
IEDUC Bandung. Kayanya dia punya kantor juga di Jakarta, tapi saya kebetulan hari itu lagi pulang kampung ke Bandung, jadi sekalian aja. Harga
mock exam-nya sekitar duaratus ribu rupiah saat itu. Namanya juga
mock exam, ya situasinya dikondisikan seperti tes aslinya nanti. Dan masalah utama saya saat
mock exam ini adalah
time management.
Seriously I run out of time banget. Hasil
mock exam keluar, saya dapat L6.5R6.5W5.5S5.0. Gilaaa, PR banget buat ngejar nilai bagus!
Melihat hasil tersebut, saya berpikir mau nggak mau saya harus les buat
preparation IELTS. Nah, ini nih masalahnya, secara saya adalah karyawati dengan jadwal kerja ter-tidak fleksibel untuk les-lesan begini.
So dari sekian banyak pilihan tempat
preparation, saya pilih
IELTS preparation workshop yang diadakan oleh IDP Pondok Indah. Cuma seminggu dan tempat serta waktunya bisa dikejar
after my office hours. Syukurlah, saya berhasil mengosongkan jadwal seminggu
full bebas dari tugas luar kota.
Pengajar workshop saya adalah seorang native bernama John, yang juga adalah IELTS examiner. John baik, bersedia diskusi, dan yang jelas orangnya to the point. Pas saya bilang target saya adalah dapet score 7, dia senyum dan bilang "that will be hard, though". Hahaha, sialan. Tapi saya nggak tersinggung, saya anggap itu challenge dari dia supaya saya kerja keras. Selama workshop John banyak memberikan tips-tips yang berguna untuk tes. Oh iya, jangan harap bakal diajarin lagi basic English ya disini. Secara namanya workshop, jadi ya fokusnya pada how to prepare for the IELTS-nya aja, bukan pelajaran bahasa Inggris. Enaknya ikutan les preparation kaya gini, ada yang menilai buat writing dan speaking section, secara nilai saya di dua section tersebut mengkhawatirkan dunia banget.
Beres seminggu
workshop, saya masih belum pede untuk langsung ambil tes. Saya merasa masih perlu banyak berlatih, terutama ya di
writing dan
speaking section tadi. Saya berlatih menggunakan buku kumpulan soal IELTS yang dikeluarkan oleh Cambridge, suer deh tingkat kesulitannya maknyus banget buat belajar. Selain belajar dari buku soal, saya juga melatih kemampuan
listening dengan menonton film berbahasa Inggris tanpa
subtitle (
my favorite will always be Om Benedict Cumberbatch and his Sherlock series), rajin mendengarkan radio berbahasa Inggris via
streaming online (BBC kalau lagi serius, Capital FM London kalau lagi pengen ajeb-ajeb). Buat melatih
speaking, saya mengajak beberapa teman buat nemenin saya ngobrol
in English (
thanks a lot buat Mbak Anis,
Yosi, Dek Alda), atau kalau lagi sendirian ya
self talking aja sama cermin, di WC, pokoknya malu-maluin. Kemampuan
writing saya juga masih ababil, terutama
vocabulary saya yang kurang variatif, so saya banyak membaca koran, artikel, hingga literatur berbahasa Inggris. Setiap
vocabulary baru yang saya temui saya catat, sehingga bisa jadi referensi untuk bahan
writing.
Setelah merasa (sedikit) lebih siap, saya mencanangkan tanggal 5 April sebagai
test date saya. Seminggu sebelum tanggal tersebut saya mendaftar
online, dan disambut kenyataan pahit bahwa semua
test centre (bahkan Bandung dan Surabaya) udah
full booked buat ujian tanggal tersebut. Alamak! Terpaksa saya (dengan sedikit dimarahin sama
mas-mas ini) mengundurkan test jadi tanggal 12 April. Pendaftaran dan pembayaran dilakukan
online, setelah itu kita harus datang ke kantor cabang IDP terdekat (soalnya saya ambil
test-nya di IDP. Kalau di Jakarta selain IDP, penyelenggara lain adalah IALF dan British Council) untuk
finger-scanned dan foto.
D day! Saya dapet venue tes di Apartment Pondok Indah Golf. Test dimulai jam 8, tapi jam 7 saya sudah rapi jali ada di venue. Sesuai saran dari sahabat saya si Vava yang sudah pernah IELTS, saya makan nasi goreng ('harus nasi sarapannya!') plus kopi (beli di Sevel dekat kosan, haha). Di dalam ruang test sendiri boleh bawa air minum asal wadahnya transparan.
Saat sudah duduk di bangku test rasanya deg-degan banget. First section, listening. Sebelum mulai, pastikan kita bisa mendengar audio dengan jelas di tempat kita duduk. Ingat! IELTS ini bentuknya mostly isian dan bukan multiple choice. Nah, isian means kita harus mengisi dengan spelling yang tepat. Salah spelling ya coret. Kurang 's' di akhir kata sebagai bentuk plural juga coret. Gunakan juga huruf kapital sesuai dengan kaidahnya, misalnya di awal kata yang berupa nama orang atau tempat. Dan karena audio untuk listening test ini hanya dimainkan sekali saja, pastikan untuk selalu move on dan jangan hilang fokus bila di tengah-tengah soal kita mengalami kesulitan menjawab. Yang menjadi distractor kalau tes listening biasanya kalau ada soal yang berhubungan dengan angka (misal nomor telepon), atau spelling suatu nama.
Listening sudah dilalui, saatnya saya lanjut ke section berikutnya: reading. Cara saya mengerjakan tes reading adalah sebagai berikut: saya screening dulu tipe soal yang diberikan untuk tiap bacaan, kemudian membaca cepat bacaan tersebut (usually no more than 2 minutes for each passage) sambil menggarisbawahi kata atau kalimat yang tersurat dalam pertanyaan yang sudah sempat saya screening tadi. Setelah itu saya membaca betul-betul masing pertanyaan yang diajukan, dan mencari jawabannya di bacaan tadi (seharusnya mencari dimana letak dari jawaban tersebut akan lebih mudah karena kita sudah sempat screening bacaannya terlebih dahulu, bukan?). Sebenarnya ada banyak cara mengerjakan lain, tapi so far saya cukup sukses dengan pendekatan ini sih hehe.
Section berikutnya adalah writing. Momok terbesar saya, actually. Writing ini ada dua task, task kedua bernilai dua kali lipat dari task pertama. So, curahkanlah 80% perhatianmu pada Task 2. Jangan berlama-lama di Task 1, cukup 15 menit, maksimal 20 menit. Kebanyakan teman-teman saya yang failed di writing section ternyata menaruh perhatian berlebih pada Task 1 sehingga Task 2 tidak dikerjakan dengan baik. Menurut tutor saya waktu preparation, ada beberapa hal yang dinilai di writing section ini. Pertama adalah response kita pada pertanyaan yang diberikan (misalnya untuk Task 1, kemampuan kita mengidentifikasi poin penting dari grafik atau diagram yang diberikan). Kedua, coherence atau kesesuaian isi tulisan dengan pertanyaan pada soal. Ketiga, lexical resource. Semakin banyak kita gunakan vocabulary yang lebih formal (contoh: gunakan 'obtain' untuk kata 'get'), semakin baik nilai kita. Keempat adalah grammar, jadi sediakan beberapa menit di akhir untuk memeriksa kembali grammar yang kita gunakan. Sebelum memulai menulis, saya biasanya membuat mind map mengenai topik yang ditanyakan. Kemudian, membuat kerangka kasar isi per paragraf. Intinya, rencanakanlah dahulu apa yang hendak kita tulis dengan matang, baru kemudian mengembangkannya. Jangan terburu-buru ingin langsung menulis tanpa perencanaan yang baik, karena bisa jadi kita stuck di tengah-tengah dan berujung pada pemborosan waktu.
Section terakhir adalah speaking. Disini kita akan berhadapan dengan seorang penguji atau examiner, native speaker tentunya, yang akan memberikan beberapa pertanyaan pada kita. Speaking test sendiri terdiri dari tiga part. Pada part pertama, biasanya examiner meminta kita menceritakan mengenai diri kita dan hal-hal umum yang berhubungan dengan diri kita: family, hobby, school, work, daily life, etc selama kurang lebih dua menit. Kemudian pada part 2, examiner akan memberikan sebuah kertas berisi topik dan beberapa pertanyaan mengenai topik tersebut. Kita akan diberi waktu satu menit untuk mempersiapkan poin-poin yang akan kita utarakan, kemudian selama dua menit berikutnya kita harus menceritakan topik tersebut serta menjawab pertanyaan yang diberikan pada sang examiner. Ibaratnya, kita lagi presentasi mengenai topik yang diberikan. Part terakhir, lebih berupa diskusi antara sang examiner dengan kita, topiknya biasanya nggak berbeda jauh dengan topik di part dua. Pengalaman saya, examiner saya orangnya cukup baik, full smile pula, sehingga saya rileks dan tidak tegang. Penilaian pada tes speaking ini, menurut yang diajarkan tutor saya, hampir sama dengan writing section. Fluency and coherence, lexical resource, grammatical range, serta accuracy and pronunciation.
Selesai sudah serangkaian test IELTS, saatnya menunggu 13 hari untuk mengetahui hasil nilai saya.
Preview hasil test kita bisa diakses secara
online di
sini dengan memasukkan nama lengkap dan nomor ID yang kita gunakan saat test. Sungguh saya sangat deg-degan membuka website tersebut pada hari itu, sambil doa tak putus-putus, ternyata hasil yang saya dapat
beyond my wildest expectation. Kaget, dan tentunya sangat bersyukur.
IELTS test harus saya akui bukanlah sesuatu yang mudah, namun bukannya tidak bisa dipersiapkan dengan baik, bukan? Latihan, latihan, dan latihan adalah kunci utama kesuksesan tes IELTS menurut saya. Bukan hanya latihan dari soal yang sudah ada, tapi latihan membiasakan diri kita dengan English dalam hidup sehari-hari. Jangan lupa berdoa dan stay focus selama tes, niscaya hasil yang baik akan datang pada kita.
***
Big thanks to mas-mas baik yang sudah menemani saya selama hari tes, your presence really reduced my worry!