Yupp!! Dua rules itu yang selalu saya pegang bener-bener
saat menjalani pekerjaan saya, yang membuat saya menghabiskan setengah waktu
hidup saya berada di perjalanan dengan berbagai moda angkutan: pesawat, bus,
kereta api, mobil, travel, taksi, ojeg, becak, semua.
Pertama: urinasi alias buang air kecil lah selagi sempat.
Selagi tersedia WC yang cukup eligible dijadikan tempat berhajat. Selagi
tersedia air mengalir yang cukup bersih dan tisu untuk seka-seka.
Kenapa? Simpel. Dalam perjalanan kita nggak bakal selalu
mempunyai kesempatan untuk melaksanakan salah satu fungsi fisiologis penting
tubuh ini. Padahal, urinasi penting sekali dalam menjaga keseimbangan cairan
dan elektrololit dalam tubuh, plus menahan-nahan urinasi, seperti yang kita
tahu, akan menyebabkan akumulasi kristal oksalat yang akhirnya dapat berujung
pada suatu penyakit yang kita sebut batu ginjal.
Dalam satu sesi perjalanan ‘mengarungi’ Pantura by travel,
sang bapak sopir berhenti di salah satu SPBU dan mempersilakan penumpang buat
buang air. Saya melongok WC-nya, ya ampun, keinginan urinasi langsung hilang
melihat kondisi dan semeriwing aroma si WC. Nyesel banget, kenapa tadi nggak
pipis di pool travel dengan kondisi WC yang masih agak aduhai. Sejak kejadian
itu, tiap ketemu WC yang cukup potensial dijadikan tempat urinasi, saya pasti
urinasi, whether itu lagi kebelet atau engga sama sekali. Ya itu tadi, daripada
nggak nemu WC lagi sepanjang jalan?
Salah satu dosen saya semasa kuliah pernah berujar, otot
kandung kemih kita adalah otot skelet, jadi seharusnya keinginan urinasi bisa
kita atur sesuai keinginan kita: isi kandung kemih bisa kita tahan saat belum
pengen atau belum bisa, dan bisa kita keluarkan saat kita inginkan. (FYI, ada 3
jenis otot di tubuh, salah satunya otot skelet, dengan salah satu cirinya
adalah diatur oleh sistem saraf somatik sehingga sifatnya voluntarily controlled. More info kindly visit this link ).
Tapi, kadang teori tinggallah teori. Sebagaimanapun kuatnya
saya menahan si otot skelet buat menangguhkan urinasi, tapi dia selalu bisa
membuat saya resah gelisah sepanjang perjalanan. Pernah nih, saya berada dalam
perjalanan dari Makassar menuju ke Jakarta. Pas masih boarding rasanya nggak
ada hasrat sama sekali buat urinasi. Eh setelah beberapa saat di pesawat,
dengan induksi dari segelas air mineral dan segelas apple juice, perasaan ingin
urinasi mulai muncul. Tapi dasar males gerak, saya tangguhkan kegiatan urinasi.
Nggak berapa lama, saya bener-bener nggak tahan. Sialnya, saat itu pilot udah
mengeluarkan pernyataan prepare for landing, sehingga WC pesawat tidak bisa
digunakan. Duh, terpaksa ditahan lah ini, dengan perkiraan 10 menitan lagi bisa
sampai ground dan touchdown WC bandara. Ternyata! Hari itu traffic Bandara
Soetta sedang penuh-penuhnya sehingga pesawat saya harus berputar-putar dahulu
di udara karena menunggu izin landing. Huaaa… Menahan urinasi itu sangat
menyiksaaa…. Sampai akhirnya pesawat landing, saya langsung heboh lari-lari
mendapati WC terdekat. Fyuuh, lega bangeeet saat akhirnya bisa urinasi!
**
Kedua, makanlah selagi ada makanan tersedia di depan kita.
Nggak, bukan bermaksud menyuruh jadi rakus, tapi janganlah mengabaikan makanan
karena alasan kita nggak laper, nggak pengen, apalagi pengen diet (inget!
Rules ini setting-nya lagi traveling ya!).
Asli hasil jepretan saya nih beberapa kuliner yg saya temui saat kerja :D (as seen on my Instagram ) |
Kenapa? Karena dalam perjalanan, kita nggak tahu kapan lagi
kita bisa ketemu makanan, alias kita nggak tahu kapan lagi kita bisa makan.
Syukur-syukur kalau kita traveling menuju destinasi yang sudah kita kenal baik
medannya, jadi kita bisa tahu kira-kira kapan dan dimana akan dapet makanan.
Nah yang masalah adalah saat kita nggak tahu apa-apa soal tempat yang bakal
kita tuju. Kalau kota besar mungkin gampang ya nemuin convenience store yang
buka 24 jam. Lah saya sering kebagian upcountry ke kota-kota yang bahkan udah
mulai sepi jam 7 malem.
Setiap kali naik penerbangan yang menyediakan meal, mau
laper atau nggak, suka menunya tau nggak, saya pasti menyikat habis meal
tersebut. Mama saya pernah berujar, dalam perjalanan, apapun bisa terjadi.
Salah satunya adalah kecelakaan (amit-amit getok meja duaribu kali) dimana dalam
kondisi seperti itu, kita nggak tahu kapan lagi kita bisa makan. Selain itu,
traffic jam yang sulit diprediksi, hal-hal teknis yang menyertai perjalanan,
semuanya sulit diprediksi. That’s why, saya selalu makan setiap kali saya bisa
menemukan makanan dalam perjalanan, yang tentunya cukup bersih dan bergizi
juga.
Salah satu cara mencegah kelaparan dan kehausan tentunya
dengan bawa bekel makanan ringan buat dicemil di jalan. Buat saya pribadi, air
minum, permen (pertolongan pertama pada light hypoglicaemia buat saya), dan
syukur-syukur biskuit (oatmeal biscuit is the best!) adalah must have items tas
saya, selain barang-barang live saving lain (sebut saja payung, lipstik, dan
power bank).
**
Well, itu tadi sedikit penjabaran saya mengenai dua rules
teratas dalam hidup nomaden a la saya. Jadi karyawan dengan jobdesc
kebanyakan-di-jalan-jarang-di-rumah gini emang sedikit banyak membuat saya jadi
harus prepare buat hal-hal unexpected, tapi bukan berarti nggak bisa diprediksi
dan disiasati kok.
Cheers, and happy traveling!
No comments:
Post a Comment