Friday 26 May 2017

Menambah Uang Jajan dari Ikutan Penelitian



Sebelum memulai postingan ini, izinkanlah saya membersihkan dahulu sarang laba-laba yang mengotori blog ini. Miris sekali melihat postingan terakhir bertanggal Oktober 2015! Berarti saya sudah enggak mengelus-elus blog ini hampir selama satu setengah tahun! Harap maklum, kegiatan tulis menulis sedang saya fokuskan disini. Demi terciptanya stabilitas rekening.

Baiklah, postingan kali ini agak-agak berbau throwback. Maklum, saya lagi senang mengenang. Dari sekian banyak episode kehidupan saya, edisi mengenang paling sering saya lakukan terhadap medio September 2014 hingga September 2015. Yup, saat saya menikmati satu tahun menjadi mahasiswi berbeasiswa di kotanya Mbak Kate Middleton.

Namanya juga mahasiswi berbeasiswa, tentunya harus pintar-pintar mengatur keuangan. Uang beasiswa yang saya terima saat itu memang terbilang cukup untuk menjalani kehidupan. Namun harap diingat bahwa saya hidup di kota metropolitan dengan biaya hidup yang cukup tinggi di seantero jagad. Sehingga walaupun saya sudah bela-belain bekal setiap hari, tinggal di daerah yang cukup jauh dari sekolah demi menghemat rent, banyak jalan kaki dan meminimalkan naik tube, ya kalau mau tambahan jajan harus ada ekstra usaha.

Saya sadar diri bahwa otak dan fisik saya enggak cukup mumpuni untuk menjalani part time working sambil kuliah master. And mind you, my major is pharmacy. Entah mengapa menurut saya kuliahnya lebih heboh daripada major lain. Dan program master di UK hanya dijalani dalam waktu setahun saja. Sehingga pace kuliahnya sudah kayak orang lagi F1 racing. Riskan sekali untuk menjejali waktu luang dengan kerja, lha wong untuk baca jurnal saja kadang saya lakukan sambil semedi di WC.

Pencerahan datang dari teman satu flat saya yang kebetulan juga berasal dari Indonesia dan dari pemberi beasiswa yang sama. Nona Rasti ini majornya psikologi, dan suatu hari dia bercerita tentang banyaknya mahasiswa psikologi, baik master maupun doktoral, yang sering mengadakan rekrutmen untuk partisipan penelitian yang mereka lakukan. Dan para partisipan ini akan diberi imbalan yang sesuai dalam bentuk poundsterling!

Saat mendengar hal ini di dapur flat bersama sahabat kami dari Mexico, Roberto, saya cuma manggut-manggut saja. Belum terasa ada urgensi untuk cari poundsterling tambahan. Yang saya butuhkan waktu itu malahan jam tambahan dalam sehari karena banyak sekali paper yang harus saya kerjakan.

Suatu sore yang hujan di bulan Juni 2015, saat itu saya sudah bebas dari taught lectures alias kuliah di kelas. Yang tersisa 'hanyalah' paper yang menunggu di-submit, dan tentunya disertasi yang setiap hari hadir di pikiran saya bahkan saat saya sedang tidur. Nona Rasti meng-WhatsApp saya, bertanya apakah saya ada waktu luang sore itu.

"Gue harusnya jadi partisipan penelitian temen gue, nih. Tapi ternyata gue enggak eligible karena riwayat medis gue. Lo bisa gantiin gue nggak, ceu? Tempatnya di Bedford Way doang kok, enggak bakal lebih dari sejam durasinya! Dapet £20 lho ceu buat dua kali kedatangan!"

Saat itu saya mengiyakan tawaran Nona Rasti karena nadanya yang memelas dan katanya ini adalah teman sekelasnya yang sudah cukup desperate cari partisipan. Baiklah, saya pun berangkat.

Setelah menembus hujan deras berjalan kaki dari Brunswick Square ke Bedford Way, saya disambut oleh Victor sang researcher. Setelah berbasa-basi sejenak mengenai derasnya hujan sore itu, ia pun menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang ia lakukan. Ternyata ia hendak meneliti bagaimana seseorang menyimpan memori terhadap suatu unfortunate events, dalam hal ini kecelakaan lalu lintas. Dan bagaimana jika orang tersebut disodori pekerjaan yang 'mendistraksi' pikirannya yang sedang membayangkan event tidak menyenangkan tersebut. Victor bilang, tujuan penelitiannya adalah untuk mencari terapi secara psikologis yang tepat bagi para korban kecelakaan lalu lintas. Wah, menarik sekali!

Setelah menjelaskan teknis penelitian, Victor menyodorkan sebuah kertas berisi informed consent yang perlu saya tanda tangani. Ia bertanya apakah saya keberatan jika dipertontonkan video yang mengandung unsur darah dan semacamnya. Saya sih santai saja.

Saya pun masuk ke sebuah ruangan, yang jujur saja menurut saya agak creepy, berisi meja, kursi, dan seperangkat komputer. Suasana makin creepy gimanaa gitu karena jendela ruangan tersebut menghadap ke Bloomsbury Hotel yang notabene cukup tua, London hujan deras dan berpetir pula. Dan dalam kondisi begitu saya menonton lima video tentang kecelakaan lalu lintas. Sedap.

Di akhir setiap video, ada task yang harus saya kerjakan, kebanyakan seperti main games berbasis logika. Setelah itu saya disodori pertanyaan-pertanyaan yang intinya menggali memori saya tentang video yang saya tonton tadi.

Sesi sore itu akhirnya selesai dan saya harus kembali lagi dua minggu kemudian, dimana setiap hari saya harus mengisi daily journal yang menanyakan apakah memori tentang video-video yang saya tonton tadi terulang di pikiran saya selama dua minggu tersebut.

Dua minggu kemudian saya datang, dan menjalani sesi kedua. Selesai sesi, Victor menyatakan terima kasihnya kepada saya sambil menyodorkan dua lembar uang £10. Astaga, nikmat sekali rasanya menerima uang tersebut di tangan saya! Apalagi siang itu saya ada janji lunch bareng sahabat saya si Carrie. Lumayan, bisa beli minuman tambahan selain tap water.

Pengalaman pertama tersebut tiba-tiba membuat saya craving for more. Apalagi saat itu paper yang tersisa tinggal disertasi saja. Kalaulah waktu saya dalam sehari saya sisihkan satu atau dua jam untuk menjadi partisipan penelitian, saya rasa enggak ada ruginya.

Kembali Nona Rasti yang memberi saya informasi mengenai bagaimana caranya ikut dalam penelitian-penelitian lain tersebut. Ada suatu situs internal UCL tempat para researcher memasang 'iklan' jika mereka sedang mencari partisipan. Di situ akan disebutkan kriteria orang yang dicari (misal dari segi umur, gender, dan riwayat kesehatan), slot waktu dimana mereka mengadakan penelitian (dan calon partisipan memilih mereka hendak berpartisipasi di slot waktu yang mana), deskripsi singkat mengenai kegiatan yang harus dilakukan partisipan selama penelitian, dan tentunya imbalan yang ditawarkan. Kebanyakan studi dilakukan oleh para mahasiswa psikologi dan neuroscience. Saya hampir tidak menemukan penelitian yang bersifat klinis dan melibatkan minum obat, ambil sampel cairan tubuh seperti darah atau urin, dan lain sebagainya.

Mulailah saya berpetualang dari satu appointment satu ke appointment berikutnya. Kadang dalam sehari saya bahkan datang ke dua appointment sekaligus. Apalagi setelah disertasi saya dikumpulkan, wah kerjaan saya cuma cari-cari duit dari partisipasi penelitian saja.

Penelitian yang saya ikuti bermacam-macam, demikian pula 'tugas' yang harus dilakukan. Saya agak lupa berapa persisnya jumlah penelitian yang saya lakukan. Tapi ada beberapa penelitian yang membekas di ingatan saya.

Yang pertama adalah suatu penelitian yang mengambil venue cukup jauh dari wilayah UCL, yakni di sekitar wilayah Angel Station. Sialnya, hari itu terjadi pemogokan transportasi umum di kota London! Aduh, saya jadi berkontemplasi sekali. Imbalannya lumayan, kalau tidak salah £15. Saya cek apps Citymapper, jika ditempuh dengan berjalan kaki dari rumah tinggal saya, butuh waktu sekitar satu jam. Ah, sudah kepalang, saya pun nekat pergi berjalan kaki. Dan London yang biasanya mendung hari itu super panas, bikin perjalanan saya berasa lagi di negara tropis banget. Sampai di tempat, sang researcher berterima kasih pada saya karena tetap datang, soalnya beberapa peserta lain mengundurkan diri akibat tidak adanya transpor. Ah, saya jadi terharu.

Yang kedua adalah suatu percobaan di lingkungan departemen neuroscience. Kalau tidak salah studinya tentang somatosensory. Jangan tanya saya apa itu somatosensory, saya juga enggak ngerti-ngerti amat. Beberapa hari sebelum jadwal percobaan, saya di-email oleh salah satu researcher yang ada di dalam tim penelitian tersebut. Ia menjelaskan beberapa hal tambahan yang harus saya persiapkan. Salah satunya adalah: jangan keramas. Eh?

Di hari jadwal temu, saya pergi ke tempat perjanjian. Saya dijemput di ruang tunggu oleh Rory, si researcher yang meng-email saya tersebut. Astaga Gusti nu Agung.... Ganteng pisan! Selain baik hati, Rory juga ramah, bikin saya makin deg-degan. Dia memperkenalkan diri sebagai mahasiswa PhD di departemen tersebut. Ia mempersilahkan saya menunggu di ruang kerja para mahasiswa PhD, katanya ia mau memamggil rekannya dulu. Enggak berapa lama, sang rekan datang, dan ternyata sang rekan kerja berbentuk pria yang enggak kalah gantengnya! Ia memperkenalkan diri sebagai Massih, post doctoral student rekan kerja Rory. Duh Gusti nu Agung, nikmat dunia manakah yang aku dustakan. Ini mah bener-bener yah, udah ganteng, scientist, neuroscience pula! Lewat banget itu Ganteng-Ganteng Serigala! Ini lebih luar biasa, Ganteng-Ganteng Scientist.

Alasan kenapa saya enggak boleh keramas akhirnya terjawab. Karena ternyata kepala saya ditempeli topi yang berkabel-kabel buat merekam gelombang otak saya. Tangan saya juga dipasangi elektrode gitu. Maafin saya salah fokus, tapi saat itu saya super menyesal hanya pakai T-shirt yang enggak kece, celana jeans, tanpa make up dan lipstik. Kalau tahu researcher-nya hot hot pop begini, saya nyalon dulu deh (emang sanggup nyalon di London). Untung saja yang dicek gelombang otak dan bukan EKG jantung saya, malu banget ketahuan saya deg-degan ada di sebuah ruangan penelitian bersama dua scientist ganteng.

Penelitian tersebut mengakhiri petualangan saya mencari uang jajan tambahan di penelitian orang. Karena minggu berikutnya saya sudah pulang ke Indonesia. Saya hitung-hitung, uang yang berhasil saya kumpulkan cukup lumayan juga. Kalau enggak salah sampai hampir £90an dalam jangka waktu satu bulanan (soalnya saya sempat vakum dua minggu buat liburan). Sebagian uang tersebut saya gunakan untuk nambah-nambah beli oleh-oleh buat teman dan keluarga di Indonesia. Sebagian saya gunakan untuk membayar excess baggage saat saya pulang (haha).

Mengikuti penelitian-penelitian tersebut enggak hanya soal uang jajan sih kalau buat saya. Saya bisa kenal dengan banyak orang baru, dan terlibat dalam penelitian yang mereka kerjakan. Ternyata seru-seru sekali deh penelitian yang mereka lakukan. Kadang bahkan beyond my imagination. Dan terus merasa seperti remah rempeyek karena ternyata ilmu pengetahuan itu luas sekali!

Itulah pengalaman saya mencari tambahan uang jajan. Siapa tahu menginspirasi teman-teman yang sedang kuliah di UCL, haha. Pesan saya sih jangan sampai hal ini mengganggu kuiah teman-teman, karena kuliah kan your main business. Kalau misal jadwal penelitiannya bentrok dengan jadwal kuliah, ya relakan saja dan cari penelitian lain. Selamat mengejar uang jajan!