Saturday, 6 July 2013

National Holiday Escape: Bogor!

Hari libur nasional adalah salah satu escape yang cukup menyenangkan buat karyawan kaya saya. Pertama, ada reduksi jam kerja, dan kedua, punya waktu lebih buat seneng-seneng.

Sebagai karyawan yang berusaha terdepan dalam prestasi liburan, saya emang hobi ngapalin hari-hari libur nasional dalam setahun. Sebenernya sih, alasan utama adalah karena sebagai newbie saya belum bisa ambil cuti, jadi hari libur nasional benar-benar menjadi sarana liburan buat saya dan teman-teman seangkatan.

Dan salah satu escape itu datang tanggal 6 Juni kemarin. Wah, libur di hari Kamis! Kejepit sih, dan, seperti yang sudah saya bilang tadi, Jumat-nya saya nggak bisa ambil cuti, jadi saya harus memikirkan liburan yang dekat dan bisa dijalani dalam 24 jam aja, tapi tetep fun dong.

Hasil ngobrol-ngobrol bareng temen-temen semasa kuliah (yang masih berjuang jadi karyawan di grup perusahaan yang sama, haha) memutuskan kita bakal pergi ke Bogor hari itu. Alasan utamanya, pengen nyobain naik commuter line! Oke, norak banget pasti kedengerannya buat yang tiap hari naik commuter line. Tapi buat anak-anak perantauan kaya kami, ini bakal jadi perjalanan pertama kami naik moda angkutan ini.

Rombongan pun terbentuk, terdiri dari saya, Kun, Grace, Austin, dan Nicha. Kami berlima beneran belum pernah ada yang nyobain naik commuter line, jadi semalem sebelumnya kami heboh diskusi di grup WhatsApp untuk mencari tahu tentang jadwal commuter line, yang diakhiri dengan kebingungan karena nggak bisa baca jadwal commuter line, yang, menurut kami, njelimet. Tapi kami modal nekat aja deh, pokoknya besok pagi janjian ketemu di stasiun.

Saya, Grace, dan Kun berangkat bareng dari Bintaro. Pagi-pagi, walaupun ujan kami udah kece kumpul di Alfamart pengkolan menuju stasiun (enggak banget yak, nunggu di pengkolan), lalu kami jalan kaki ke Stasiun Pondok Ranji. Berdasarkan rules bahwa ‘petugas berseragam adalah tempat yang tepat untuk bertanya saat tersesat’, kami pun bertanya pada petugas loket karcis, gimana cara kami bisa mencapai Bogor dengan commuter line. Ternyata, kami bisa membeli tiket terusan seharga Rp 17.000 dari Pondok Ranji menuju Bogor. Jadi dari Pondok Ranji kami naik comline menuju Tanah Abang, nah dari Tanah Abang pindah ke comline yang menuju Bogor.

Karcis comline berupa suatu kartu chip yang harus kita scan supaya kita bisa masuk peron. Bener-bener mirip sama pengalaman jaman dulu naik Metro di Paris (kurang gaul emang, pernah naik Metro Paris tapi nggak pernah naik comline di Jakarta). Kereta menuju Tanah Abang pun tiba dengan kondisi sangat full house alias dempet-dempetan. Tapi walaupun dalam posisi dempet-dempetan begitu, kami bertiga tetep bisa ngobrol dengan asyik, sempet gosipin orang segala bahkan (ups).

Karcis commuter line dan sedikit sneak peek interior com (as seen on my Instagram )

Sampai di Tanah Abang, dasar kurang cerdas, kami santai aja mengikuti arus orang-orang yang sama-sama baru keluar dari kereta. Eh, ternyata kami salah jalur! Kami malah keluar (dan dengan begonya kartu karcis kami serahkan ke petugas exit), padahal harusnya kami pindah ke jalur 5 instead of exit. Tapi dasar bocah-bocah selow, kami pun menghampiri bapak petugas.
‘Pak, kita harusnya pindah jalur soalnya mau ke Bogor, tapi kita malah keluar..’
‘Ya udah, beli karcis lagi Mbak.’
‘Yah pak, tadi kami udah beli yang terusan ke Bogor…’
Entah karena tampang kami yang terlalu kasihan atau emang bapak petugasnya baik, beliau pun me-rescan tumpukan kartu di depan beliau, demi mencari 3 kartu karcis milik kami (pasti ke-track, soalnya karcis kami kalau di-scan muncul tulisan BOO yang artinya memang karcis tersebut terusan sampai stasiun Bogor). 
Setelah kurang lebih 5 menit, ketemulah tiga kartu milik tiga anak dodol ini. Kami pun mengucapkan beribu terimakasih pada bapak petugas baik hati tersebut (‘Harusnya nggak boleh loh Mbak! Tapi saya kasihan kalau Mbak harus beli tiket lagi. Kan bisa buat beli yang lain’.) dan segera menuju jalur 5.

Kereta menuju Bogor pun datang, dan isinya kosong melompong. Comline ini sebenarnya bersih loh dan cukup oke kalau lagi kosong, dan ada gerbong khusus wanita-nya, plus ada security yang siap 'mengusir' siapapun yang berjenis kelamin pria yang berani duduk di gerbong khusus wanita ini. Kami sempat berhenti sebentar di stasiun Duren Kalibata untuk bertemu dengan Nicha dan Austin (mereka naik dari stasiun itu). Oh ya, kalau naik comline ini sistemnya kaya kita naik transJakarta, jadi kalau nggak keluar peron ya nggak perlu beli karcis lagi.

Full team, kami tiba di Bogor sekitar pukul 11, dan disambut dengan cuaca mendung dan dingin. Uh, bener-bener perfect banget buat jalan-jalan! Keluar stasiun, kami naik angkot nomer 03 menuju ke daerah Taman Kencana, karena dari hasil browsing-browsing, di daerah sekitar Taman Kencana banyak tempat makan-makannya. Naik angkotnya sih waktu itu dua ribu perak per orang, tapi itu waktu BBM belum naik sih.

Sampai di daerah Taman Kencana, kami pun agak kalap karena ternyata beneran banyak banget tempat makan disana. Dan inilah rute makan-makan kami hari itu:


1.       Lasagna Gulung dan Macaroni Panggang
Resto ini letaknya di Jalan Salak, kami sih memilih makan lasagna, macaroni-nya buat dibawa pulang. Tempatnya adem banget, rumahnya bergaya jaman dulu dengan konsep terbuka. Tempat duduknya ada yang berupa sofa, ada tempat duduk meja-kursi biasa, ada juga yang lesehan. Seperti namanya menunya ya lasagna dengan berbagai isian. Kami memilih beef lasagna dan shrimp cannelloni. Rasanya enak banget! Harga lasagna gulungnya sekitar 70 ribu per gulung kalau nggak salah, sedangkan cannelloni-nya sekitar 35 ribu per porsi. Tapi dari segi rasa saya lebih prefer shrimp cannelloni nya, mungkin karena beef lasagna udah umum aja ada dimana-mana.
Atas: Beef Lasagna. Bawah: Shrimp Cannelloni (as seen on my Instagram )
2.       Rumah Cupcakes
Rumah Cupcakes ini terletak di Jalan Sanggabuana (sebelahan banget sama Jalan Salak). Bentuknya café yang unyu banget, nuansanya serba pink dan putih, sampai mas-mas pramusajinya pun seragamnya pink. Menunya sebenarnya beragam tapi kami memilih makan cupcakes aja disini. Favorit saya cashew nuts cupcake dan blue velvet, karena rasanya nggak terlalu manis, pas deh pokoknya. Salah satu yang saya suka dari café ini adalah WC nya yang super bersih dan oke interiornya. Karena konsep café nya yang unyu-unyu, kami berlima menghabiskan cukup banyak waktu untuk foto-foto kurang penting di sini (memanfaatkan aplikasi PuddingCam di smartphone si Austin).

Various mini cupcakes (clockwise: strawberry, chocolate, bluberry, cashewnuts) (as seen on my Instagram )

Blue Velvet cupcake (as seen on my Instagram )

Taking pics ^^ (as seen on my Instagram )

Taking pics, front-camera edition :D (as seen on my Instagram )
3.       Pia Apple Pie
Setelah kenyang makan cupcake (dan kenyang foto-foto) kami move on ke destinasi kuliner selanjutnya: Pia Apple Pie di Jalan Pangrango. Walaupun nama restonya Pia Apple Pie tapi ada banyak juga hidangan lain selain apple pie disini, misalnya ada pie coklat, aneka minuman seperti smoothies dan kawan-kawan, serta beberapa menu heavy meal (kebanyakan western food). Kami sih tetap memilih memesan apple pie ukuran medium terus makannya bagi-bagi. Keistimewaan apple pie disini menurut saya adalah isi apple jam-nya yang tuebel banget! Saya sih suka, apalagi aroma cinnamon alias kayu manisnya kerasa banget (cinnamon plus apel itu juara!). Pie crust-nya juga cukup enak, walaupun buat saya sih agak kurang garing.
Medium apple pie

A piece of apple pie dan isiannya yang tebaaal :D (as seen on my Instagram )

Oh ya, untuk interiornya, resto ini cukup sederhana, warna dasar interiornya putih dengan beberapa bagian tembok bata merah unfinished, dan tentunya ada gambar pohon apel dimana-mana disertai beberapa quotes yang cukup unik yang semuanya bercerita tentang apel.
Salah satu sudut resto

4.       Kedai Kita
Sebenarnya perut kami sudah lumayan kenyang karena serbuan banyak makanan, tapi salah seorang teman bilang bahwa kami harus mencoba pizza tungku di Kedai Kita Jalan Pangrango (letaknya hadep-hadepan sama Pia Apple Pie kok). Kami pun menuju kesana daaaan… Penuh banget!! Perasaingan mendapatkan tempat duduk benar-benar ketat sampai kami berlima terpaksa berpencar dan mengawasi meja-meja yang keliatannya udah akan ditinggal penghuninya. Hampir setengah jam, kami rasanya ingin menyerah (bahkan sempet ada insiden Grace hampir ribut gara-gara rebutan tempat sama orang haha), tapi untung Mami Nicha sebagai ibu Negara yang baik dan benar mendapatkan tempat buat kami berlima. Kami pun memesan signature dish di tempat ini yaitu pizza tungku dan beberapa heavy meal lain. Pizza tungkunya rasanya enak (kami pesan BBQ pizza), tapi ifumie yang kami pesan rasanya kurang cetar. Pangsit gorengnya lumayan enak. Strawberry juice yang saya dan Grace pesan sebenarnya adalah signature beverage juga dari resto ini, tapi sayangnya strawberry juice batch kami rasanya kurang asik (mungkin karena hari itu restonya penuh banget kali ya, jadi pelayanannya kurang maksimeum hehehe).
Ifumie

BBQ pizza
5.       Death by Chocolate
Perut rasanya udah full house banget, tapi kami masih men-challenge diri kami dengan destinasi (yang untungnya) terakhir kami: Death by Chocolate di Jalan Ceremai. Jadi dari Kedai Kita kami jalan kaki menyusuri Jalan Ceremai berhubung kami kira nggak ada angkot yang lewat. Sudah jalan sekitar 50 meter, eh, ternyata ada angkot yang lewat. Hahaha, berasa bego. Tapi udah terlanjur, lanjut aja jalan kaki. Sayangnya disini trotoarnya kurang bersahabat buat pedestrian, tapi pepohonannya cukup rindang (semi-hutan malah menurut kami).
While walking menyusuri Jl Ceremai :)
Sampai di DbC kami pesan chocolate cake, yang rasanya emang ‘mematikan’ banget, just like the name of the café, soalnya coklat buanget deh rasanya. Kenyang pol. Disini interior tempatnya kaya Rumah Hantu di Dufan gitu, nama-nama dish and beverage-nya pun serem-serem, saya juga lupa sih exactly namanya apa, tapi ada yang kira-kira sounds like ‘Bola Mata Drakula’ yang sebenarnya adalah puding (sorry no pics available >.<)

Beres dari DbC, kami kembali jalan ke arah Taman Kencana buat naik angkot yang menuju ke arah stasiun. Sampai stasiun kami kembali ngantri tiket comline (kali ini udah pinter naik comline) dan seperti biasa gosip sepanjang jalan Bogor-Tanah Abang.
Masih sempat narsis di comline dengan bantuan front-camera ^^ (as seen on my Instagram )

Sampai Tanah Abang, kembali saya, Grace, dan Kun sebagai pejuang Bintaro lanjut kereta yang ke arah Serpong dan turun di Pondok Ranji. Jam menunjukkan pukul 20.30 saat kami touchdown Pondok Ranji (dan saya masih sempet jajan semangkuk baso sebelum pulang ke kosan, luar biasa gembul sekali). Berakhirlah sehari di Bogor bersama ‘geng’ DXG, yang syukurlah sekarang sudah bisa naik comline.

Sebenarnya masih banyak hal-hal dalam list perjalanan ini yang tidak terlaksana karena waktu yang terbatas, contohnya kami belum ke Kebun Raya Bogor (sebenarnya ini keinginan pribadi saya. Yang lain udah ogah berkunjung ke tempat-tempat kaya gitu, kayanya gara-gara udah muak jaman kuliah Botani Farmasi dulu dicekokin segala macam pengetahuan tanaman), plus kami belum ngasih makan dan foto bareng rusa-rusa kece yang ada di Istana Presiden Bogor (sempat lihat dari angkot doang, they’re soooo cute! Dan jumlahnya buanyak bangett berkeliaran di taman Istana Bogor, duh pokoknya unyu maksimal). 

Nggak tahan untuk nggak posting foto rusa-rusa imut Istana Bogor :D (photo courtesy of antaranews.com )

Tapi walaupun nggak semua destinasi sempat dijelajahi, overall kami puas banget bisa main ke Bogor hari itu (and, seriously, hemat! Saya menghabiskan sekitar IDR 120K buat transport dan semua makanan tadi) Destinasi untuk libur nasional berikutnya belum ditentukan nih, any idea? :D :D

4 comments:

  1. mestinya beli coffee pie di pia!

    ReplyDelete
    Replies
    1. itu enak juga ya yot? oke deh, next time ke Bogor gue beli wkwkwk...

      Delete
  2. anjir .___. jahat banget lu ties gua jd mupeng.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ish! makanya pulannglah kau makcik dari perantauan! nanti kita ke Bogor pakai comline,nginap gratis di Bintaro boleh laa~~

      Delete