Hari libur nasional adalah salah satu escape yang cukup
menyenangkan buat karyawan kaya saya. Pertama, ada reduksi jam kerja, dan
kedua, punya waktu lebih buat seneng-seneng.
Sebagai karyawan yang berusaha terdepan dalam prestasi
liburan, saya emang hobi ngapalin hari-hari libur nasional dalam setahun.
Sebenernya sih, alasan utama adalah karena sebagai newbie saya belum bisa ambil
cuti, jadi hari libur nasional benar-benar menjadi sarana liburan buat saya dan
teman-teman seangkatan.
Dan salah satu escape itu datang tanggal 6 Juni kemarin.
Wah, libur di hari Kamis! Kejepit sih, dan, seperti yang sudah saya bilang
tadi, Jumat-nya saya nggak bisa ambil cuti, jadi saya harus memikirkan liburan
yang dekat dan bisa dijalani dalam 24 jam aja, tapi tetep fun dong.
Hasil ngobrol-ngobrol bareng temen-temen semasa kuliah (yang
masih berjuang jadi karyawan di grup perusahaan yang sama, haha) memutuskan
kita bakal pergi ke Bogor hari itu. Alasan utamanya, pengen nyobain naik
commuter line! Oke, norak banget pasti kedengerannya buat yang tiap hari naik
commuter line. Tapi buat anak-anak perantauan kaya kami, ini bakal jadi
perjalanan pertama kami naik moda angkutan ini.
Rombongan pun terbentuk, terdiri dari saya, Kun, Grace,
Austin, dan Nicha. Kami berlima beneran belum pernah ada yang nyobain naik
commuter line, jadi semalem sebelumnya kami heboh diskusi di grup WhatsApp
untuk mencari tahu tentang jadwal commuter line, yang diakhiri dengan
kebingungan karena nggak bisa baca jadwal commuter line, yang, menurut kami,
njelimet. Tapi kami modal nekat aja deh, pokoknya besok pagi janjian ketemu di
stasiun.
Saya, Grace, dan Kun berangkat bareng dari Bintaro.
Pagi-pagi, walaupun ujan kami udah kece kumpul di Alfamart pengkolan menuju
stasiun (enggak banget yak, nunggu di pengkolan), lalu kami jalan kaki ke
Stasiun Pondok Ranji. Berdasarkan rules bahwa ‘petugas berseragam adalah tempat
yang tepat untuk bertanya saat tersesat’, kami pun bertanya pada petugas loket
karcis, gimana cara kami bisa mencapai Bogor dengan commuter line. Ternyata,
kami bisa membeli tiket terusan seharga Rp 17.000 dari Pondok Ranji menuju
Bogor. Jadi dari Pondok Ranji kami naik comline menuju Tanah Abang, nah dari
Tanah Abang pindah ke comline yang menuju Bogor.
Karcis comline berupa suatu kartu chip yang harus kita scan
supaya kita bisa masuk peron. Bener-bener mirip sama pengalaman jaman dulu naik
Metro di Paris (kurang gaul emang, pernah naik Metro Paris tapi nggak pernah
naik comline di Jakarta). Kereta menuju Tanah Abang pun tiba dengan kondisi
sangat full house alias dempet-dempetan. Tapi walaupun dalam posisi
dempet-dempetan begitu, kami bertiga tetep bisa ngobrol dengan asyik, sempet
gosipin orang segala bahkan (ups).
Karcis commuter line dan sedikit sneak peek interior com (as seen on my Instagram ) |
Sampai di Tanah Abang, dasar kurang cerdas, kami santai aja
mengikuti arus orang-orang yang sama-sama baru keluar dari kereta. Eh, ternyata
kami salah jalur! Kami malah keluar (dan dengan begonya kartu karcis kami
serahkan ke petugas exit), padahal harusnya kami pindah ke jalur 5 instead of
exit. Tapi dasar bocah-bocah selow, kami pun menghampiri bapak petugas.
‘Pak, kita harusnya pindah jalur soalnya mau ke Bogor, tapi kita malah keluar..’‘Ya udah, beli karcis lagi Mbak.’‘Yah pak, tadi kami udah beli yang terusan ke Bogor…’
Entah karena tampang kami yang terlalu kasihan atau emang
bapak petugasnya baik, beliau pun me-rescan tumpukan kartu di depan beliau,
demi mencari 3 kartu karcis milik kami (pasti ke-track, soalnya karcis kami
kalau di-scan muncul tulisan BOO yang artinya memang karcis tersebut terusan
sampai stasiun Bogor).
Setelah kurang lebih 5 menit, ketemulah tiga kartu milik
tiga anak dodol ini. Kami pun mengucapkan beribu terimakasih pada bapak petugas
baik hati tersebut (‘Harusnya nggak boleh loh Mbak! Tapi saya kasihan kalau
Mbak harus beli tiket lagi. Kan bisa buat beli yang lain’.) dan segera menuju
jalur 5.
Kereta menuju Bogor pun datang, dan isinya kosong melompong.
Comline ini sebenarnya bersih loh dan cukup oke kalau lagi kosong, dan ada
gerbong khusus wanita-nya, plus ada security yang siap 'mengusir' siapapun yang berjenis kelamin pria yang berani duduk di gerbong khusus wanita ini. Kami sempat berhenti sebentar
di stasiun Duren Kalibata untuk bertemu dengan Nicha dan Austin (mereka naik dari
stasiun itu). Oh ya, kalau naik comline ini sistemnya kaya kita naik
transJakarta, jadi kalau nggak keluar peron ya nggak perlu beli karcis lagi.
Full team, kami tiba di Bogor sekitar pukul 11, dan disambut
dengan cuaca mendung dan dingin. Uh, bener-bener perfect banget buat
jalan-jalan! Keluar stasiun, kami naik angkot nomer 03 menuju ke
daerah Taman Kencana, karena dari hasil browsing-browsing, di daerah sekitar
Taman Kencana banyak tempat makan-makannya. Naik angkotnya sih waktu itu dua
ribu perak per orang, tapi itu waktu BBM belum naik sih.
Sampai di daerah Taman Kencana, kami pun agak kalap karena
ternyata beneran banyak banget tempat makan disana. Dan inilah rute makan-makan
kami hari itu:
1.
Lasagna Gulung dan Macaroni Panggang
Resto ini letaknya di Jalan Salak, kami sih
memilih makan lasagna, macaroni-nya buat dibawa pulang. Tempatnya adem banget,
rumahnya bergaya jaman dulu dengan konsep terbuka. Tempat duduknya ada yang
berupa sofa, ada tempat duduk meja-kursi biasa, ada juga yang lesehan. Seperti
namanya menunya ya lasagna dengan berbagai isian. Kami memilih beef lasagna dan
shrimp cannelloni. Rasanya enak banget! Harga lasagna gulungnya sekitar 70 ribu
per gulung kalau nggak salah, sedangkan cannelloni-nya sekitar 35 ribu per
porsi. Tapi dari segi rasa saya lebih prefer shrimp cannelloni nya, mungkin
karena beef lasagna udah umum aja ada dimana-mana.
Atas: Beef Lasagna. Bawah: Shrimp Cannelloni (as seen on my Instagram ) |
2.
Rumah Cupcakes
Rumah Cupcakes ini terletak di Jalan
Sanggabuana (sebelahan banget sama Jalan Salak). Bentuknya café yang unyu
banget, nuansanya serba pink dan putih, sampai mas-mas pramusajinya pun
seragamnya pink. Menunya sebenarnya
beragam tapi kami memilih makan cupcakes aja disini. Favorit saya cashew nuts
cupcake dan blue velvet, karena rasanya nggak terlalu manis, pas deh pokoknya.
Salah satu yang saya suka dari café ini adalah WC nya yang super bersih dan oke
interiornya. Karena konsep café nya yang unyu-unyu, kami berlima menghabiskan
cukup banyak waktu untuk foto-foto kurang penting di sini (memanfaatkan
aplikasi PuddingCam di smartphone si Austin).
Various mini cupcakes (clockwise: strawberry, chocolate, bluberry, cashewnuts) (as seen on my Instagram ) |
Blue Velvet cupcake (as seen on my Instagram ) |
Taking pics ^^ (as seen on my Instagram ) |
Taking pics, front-camera edition :D (as seen on my Instagram ) |
3.
Pia Apple Pie
Setelah kenyang makan cupcake (dan kenyang
foto-foto) kami move on ke destinasi kuliner selanjutnya: Pia Apple Pie di
Jalan Pangrango. Walaupun nama restonya Pia Apple Pie tapi ada banyak juga
hidangan lain selain apple pie disini, misalnya ada pie coklat, aneka minuman
seperti smoothies dan kawan-kawan, serta beberapa menu heavy meal (kebanyakan
western food). Kami sih tetap memilih memesan apple pie ukuran medium terus
makannya bagi-bagi. Keistimewaan apple pie disini menurut saya adalah isi apple
jam-nya yang tuebel banget! Saya sih suka, apalagi aroma cinnamon alias kayu manisnya kerasa
banget (cinnamon plus apel itu juara!). Pie crust-nya juga cukup enak, walaupun
buat saya sih agak kurang garing.
Medium apple pie |
A piece of apple pie dan isiannya yang tebaaal :D (as seen on my Instagram ) |
Oh ya, untuk interiornya, resto ini cukup
sederhana, warna dasar interiornya putih dengan beberapa bagian tembok bata
merah unfinished, dan tentunya ada gambar pohon apel dimana-mana disertai
beberapa quotes yang cukup unik yang semuanya bercerita tentang apel.
4.
Kedai Kita
Sebenarnya perut kami sudah lumayan kenyang
karena serbuan banyak makanan, tapi salah seorang teman bilang bahwa kami harus
mencoba pizza tungku di Kedai Kita Jalan Pangrango (letaknya hadep-hadepan sama
Pia Apple Pie kok). Kami pun menuju kesana daaaan… Penuh banget!! Perasaingan
mendapatkan tempat duduk benar-benar ketat sampai kami berlima terpaksa
berpencar dan mengawasi meja-meja yang keliatannya udah akan ditinggal
penghuninya. Hampir setengah jam, kami rasanya ingin menyerah (bahkan sempet
ada insiden Grace hampir ribut gara-gara rebutan tempat sama orang haha), tapi
untung Mami Nicha sebagai ibu Negara yang baik dan benar mendapatkan tempat
buat kami berlima. Kami pun memesan signature dish di tempat ini yaitu pizza
tungku dan beberapa heavy meal lain. Pizza tungkunya rasanya enak (kami pesan
BBQ pizza), tapi ifumie yang kami pesan rasanya kurang cetar. Pangsit gorengnya
lumayan enak. Strawberry juice yang saya dan Grace pesan sebenarnya adalah
signature beverage juga dari resto ini, tapi sayangnya strawberry juice batch
kami rasanya kurang asik (mungkin karena hari itu restonya penuh banget kali
ya, jadi pelayanannya kurang maksimeum hehehe).
Ifumie |
BBQ pizza |
5.
Death by Chocolate
Perut rasanya udah full house banget, tapi
kami masih men-challenge diri kami dengan destinasi (yang untungnya) terakhir
kami: Death by Chocolate di Jalan Ceremai. Jadi dari Kedai Kita kami jalan kaki
menyusuri Jalan Ceremai berhubung kami kira nggak ada angkot yang lewat. Sudah
jalan sekitar 50 meter, eh, ternyata ada angkot yang lewat. Hahaha, berasa
bego. Tapi udah terlanjur, lanjut aja jalan kaki. Sayangnya disini trotoarnya
kurang bersahabat buat pedestrian, tapi pepohonannya cukup rindang (semi-hutan
malah menurut kami).
While walking menyusuri Jl Ceremai :) |
Sampai di DbC kami pesan chocolate cake,
yang rasanya emang ‘mematikan’ banget, just like the name of the café, soalnya
coklat buanget deh rasanya. Kenyang pol. Disini interior tempatnya kaya Rumah
Hantu di Dufan gitu, nama-nama dish and beverage-nya pun serem-serem, saya juga
lupa sih exactly namanya apa, tapi ada yang kira-kira sounds like ‘Bola Mata
Drakula’ yang sebenarnya adalah puding (sorry no pics available >.<)
Beres dari DbC, kami kembali jalan ke arah
Taman Kencana buat naik angkot yang menuju ke arah stasiun. Sampai stasiun kami
kembali ngantri tiket comline (kali ini udah pinter naik comline) dan seperti
biasa gosip sepanjang jalan Bogor-Tanah Abang.
Masih sempat narsis di comline dengan bantuan front-camera ^^ (as seen on my Instagram ) |
Sampai Tanah Abang, kembali saya, Grace,
dan Kun sebagai pejuang Bintaro lanjut kereta yang ke arah Serpong dan turun di
Pondok Ranji. Jam menunjukkan pukul 20.30 saat kami touchdown Pondok Ranji (dan
saya masih sempet jajan semangkuk baso sebelum pulang ke kosan, luar biasa
gembul sekali). Berakhirlah sehari di Bogor bersama ‘geng’ DXG, yang syukurlah
sekarang sudah bisa naik comline.
Sebenarnya masih banyak hal-hal dalam list
perjalanan ini yang tidak terlaksana karena waktu yang terbatas, contohnya kami
belum ke Kebun Raya Bogor (sebenarnya ini keinginan pribadi saya. Yang lain
udah ogah berkunjung ke tempat-tempat kaya gitu, kayanya gara-gara udah muak jaman
kuliah Botani Farmasi dulu dicekokin segala macam pengetahuan tanaman), plus
kami belum ngasih makan dan foto bareng rusa-rusa kece yang ada di Istana
Presiden Bogor (sempat lihat dari angkot doang, they’re soooo cute! Dan
jumlahnya buanyak bangett berkeliaran di taman Istana Bogor, duh pokoknya unyu
maksimal).
Nggak tahan untuk nggak posting foto rusa-rusa imut Istana Bogor :D (photo courtesy of antaranews.com ) |
Tapi walaupun nggak semua destinasi sempat dijelajahi, overall kami
puas banget bisa main ke Bogor hari itu (and, seriously, hemat! Saya menghabiskan sekitar IDR 120K buat transport dan semua makanan tadi) Destinasi untuk libur nasional
berikutnya belum ditentukan nih, any idea? :D :D
mestinya beli coffee pie di pia!
ReplyDeleteitu enak juga ya yot? oke deh, next time ke Bogor gue beli wkwkwk...
Deleteanjir .___. jahat banget lu ties gua jd mupeng.
ReplyDeleteish! makanya pulannglah kau makcik dari perantauan! nanti kita ke Bogor pakai comline,nginap gratis di Bintaro boleh laa~~
Delete