Monday 16 June 2014

My Daily Menu: Flight's Delay!

source: patdollard.com
Sebagai seorang karyawati yang sering mendapat mandat untuk bekerja di daerah-daerah yang harus ditempuh menggunakan moda pesawat terbang, salah satu menu harian saya adalah menghadapi musuh-dalam-selimut bernama delay alias penundaan atau keterlambatan jadwal penerbangan dari jadwal seharusnya. Saya nggak tahu keadaan di negara lain, tapi penerbangan-penerbangan domestik di negara tercinta ini 80%-nya selalu delay, sepanjang pengalaman saya. Saking seringnya kena delay, rasanya saya sudah imun sama these delay thingy, sampai-sampai delay sekitar 30 menitan sudah masuk ke ranah ah-biasa-aja buat saya.

source: http://www.quickmeme.com

Kenapa sih harus delay? Mungkin ini pertanyaan paling mendasar dari semua penumpang pesawat terbang. Sepanjang pengetahuan saya, delay bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, karena keadaan cuaca yang memang tidak mengizinkan pesawat untuk menjalani penerbangan. Biasanya delay macam ini terjadi di sekitar bulan November hingga Februari, dimana curah hujan sedang tinggi-tingginya. Delay karena kondisi bencana alam juga dapat saja terjadi, misalnya saat saya harus cancel penerbangan saat terjadi erupsi Gunung Kelud pada Februari 2014 yang lalu. Delay semacam ini, menurut saya, sangat patut dipahami. Ya iyalah, daripada disuruh naik pesawat dalam kondisi hujan badai halilintar saya sih mendingan sabar menanti aja sampai semuanya kondusif, daripada mengalami resiko tinggi kecelakaan.

Alasan kedua terjadinya delay adalah kendala teknis, baik dari maskapai penerbangan maupun dari kesiapan bandar udara sebagai prasarana paling penting dalam transportasi udara. Mungkin inilah alasan utama dari banyaknya delay yang saya hadapi. Saya pernah kena delay hampir tiga jam untuk penerbangan dari Bandar Lampung ke Jakarta karena pintu pesawatnya rusak. Tak usahlah menyebutkan maskapai yang saya gunakan saat itu, tapi yang jelas saat itu saya deg-degan banget. Emang sih pihak maskapai langsung mendatangkan teknisi untuk memperbaiki kerusakan tersebut, tapi yang bikin deg-degan adalah keterangan salah satu petugas berseragam maskapai tersebut saat saya tanya progress perbaikannya: "Kita berusaha betulkan sampai 100% bener sih Bu, tapi misal nggak bisa 100% betul, ya kita akan terbang lebih rendah." Oh nooo!! Enggak gitu juga sih Mas, ya harus 100% lah, gile apa kalo tiba-tiba di atas Selat Sunda pintunya kebuka. Hii, amit-amit pisan. Pernah juga saya kena delay dua jam untuk penerbangan dari Jakarta ke Palu karena penggantian pesawat. Hal terparah dari delay ini adalah saya jadi tidak bisa menghadiri acara (alias kerjaan) di tempat tujuan. Saking kesalnya, saya langsung menulis e-mail kepada maskapai terkait dan menumpahkan semua unek-unek saya (karena lagi marah jadi pake bahasa Inggris, sok nggaya). E-mail tersebut langsung dibalas dalam waktu 1x24 jam (juga dalam bahasa Inggris), isinya permintaan maaf dari si maskapai. Hmm, pelayanan kelas premium emang beda, plus mungkin karena saya menyertakan nomor kartu-sakti-warna-emas itu kali yah. Tapi sekali lagi, dalam hal ini saya lebih memilih keselamatan sih, dibandingkan terbang tepat waktu namun beresiko terhadap safety.

Versi lain dari delay karena hambatan teknis adalah kepadatan lalu lintas bandar udara asal maupun tujuan. Pesawat dalam kondisi baik, maskapai tidak berkendala, tapi runway alias landasan yang digunakan padat, saking banyaknya pesawat yang ingin menggunakan landasan tersebut. Delay jenis ini nih yang membuat saya sering tepok-tepok dada. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Bandar Udara Soekarno-Hatta sebagai bandara andalan saya sudah sangat parah kondisi traffic-nya. Menurut situs airport-world.com, pada tahun 2013 Bandara Soetta adalah bandara tersibuk kedelapan di dunia dan keempat di Asia Pasifik. Uh-wow banget bukan? Efek dari padatnya traffic di Soetta adalah pesawat harus antri untuk dapat take-off ataupun landing, dan hal ini sudah jelas mempengaruhi ketepatan jadwal penerbangan. Dan sudah jelas, delay pada suatu jam penerbangan akan merembet pada jadwal-jadwal berikutnya. So, makin malam, makin panjanglah durasi delay-nya, bisa sampai hitungan jam. Bandara lain di Indonesia yang bisa-dipastikan-selalu-delay adalah Bandar Udara Juanda di Surabaya. Walaupun Bandara Juanda udah menambah satu terminal baru, ternyata runway yang digunakan itu-itu saja, so the delay problems still couldn't be helped. By the way, in my opinion, untuk mengatasi problem ini, solusi yang paling masuk akal adalah membangun sebuah bandara baru untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat yang tinggal di wilayah Jabodetabek, sehingga load Soetta bisa berkurang. Kabarnya sih pemerintah akan membangun bandara baru di daerah Karawang. Saya berharap semoga rencana ini bisa segera direalisasikan, plus kalau boleh request semoga akses menuju bandara baru tersebut (semacam tol, angkutan pemadu moda, dan lain-lain) juga mudah diakses dan nyaman digunakan. Kenapa saya berpendapat demikian, karena saya percaya bila transportasi udara di Indonesia kondisinya membaik, maka akan meningkat pula produktivitas secara ekonomi dan sosial baik di daerah asal dan tujuan.
Antrian pesawat di Soetta. Source: setkab.go.id
What to do on delay time? Secara marah-marah karena delay tuh hanya akan menghabiskan energi saja, lebih baik mengisi waktu delay dengan perbuatan bermanfaat. Saya sih biasanya mengerjakan kerjaan kantor (sudah tentu bohong) pada saat delay. Kegiatan lain tentunya surf the internet. Tinggal masuk lounge (kalau lagi dapat maskapai ini), atau cari cafe terdekat buat nebeng wi-fi. Bisa juga blogging, seperti yang saat ini saya lakukan saat terkena delay dari Surabaya menuju Jakarta. Membaca buku juga merupakan pilihan bijak, makanya saya selalu bawa sebuah buku di tas saya atau e-book di tablet. Telepon orangtua atau pacar juga bisa menjadi alternatif pengisi waktu. Kalau nggak punya pulsa, cukup sms atau WhatsApp pihak terkait dan bilang "telepon aku dong". Hihi. Pilihan lain yang paling ultimate tentu saja mencari pojokan untuk bersandar dan kemudian tertidur pulas. Bahaya dari tertidur saat menunggu pesawat tentu saja kemungkinan missed the boarding time, apalagi di bandara kayak Juanda yang sudah nggak menggunakan teknik pengumuman lewat pengeras suara. So pilihan ini biasanya nggak saya lakukan, apalagi saya termasuk manusia yang kebo banget kalau sudah tidur. By the way the point is nggak usah kesal, cemberut, apalagi ngamuk kalau kena delay, karena terbukti makin bikin bad mood.
source: keepcalm-o-matic.co.uk
Anyway, delay nggak selamanya berujung pada kesengsaraan. Dalam sesi delay karena pintu pesawatnya rusak tadi, saya (yang waktu masih single and available) jadi bisa berkenalan dengan seorang cowok yang juga berada di penerbangan yang sama. Ngobrol-ngobrol pun dilakukan, dan pas saya sudah geer stadium empat, si cowok berkata "Eh, kamu punya powerbank nggak? Pinjem dong!". Kampret, ternyata dia cuma ngincer powerbank saya doang, hahaha.Sesi delay lain (lupa darimana dan kemana) membuat saya berkenalan dengan seorang ibu yang bekerja sebagai manager distribusi sebuah perusahaan wadah bekal terkenal. Beliau bercerita bahwa karirnya dimulai dari direct seller yang mengetuk pintu demi pintu untuk berjualan produknya. Semua dijalani selama enam belas tahun, dan sekarang beliau sudah bisa berkeliling Eropa dari hasil reward atas achievement penjualannya. Pesan beliau agar 'anak muda itu harus sabar, jangan mau instan saja saat bekerja' sungguh menohok saya sebagai anak kemarin sore yang kadang menuntut fasilitas setara dengan mama saya yang sudah berkarir puluhan tahun.

By the way, sebenarnya ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tanggung jawab maskapai penerbangan berkaitan dengan delay ini loh. Semuanya tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Bila kita simak penjelasan berikut, kompensasi bisa berupa refreshment alias makanan ringan yang dibagikan pihak maskapai pada penumpang, hingga kompensasi dalam bentuk uang. Tapi di PM tersebut juga disebutkan bahwa kompensasi ini tidak berlaku apabila delay disebabkan karena faktor cuaca dan faktor teknis/operasional, yang detailnya disebutkan lebih lanjut dalam PM terkait. So far sih saya selalu dapat kompensasi dalam bentuk refreshment yang selalu saya syukuri sebagai bentuk makan malam gratis.

Flight's delay memang tidak dipungkiri adalah salah satu kegiatan yang menghabiskan masa muda saya yang berharga ini. Tapi saya selalu ikhlas apabila delay yang terjadi berkenaan dengan safety assurance kita saat bepergian. Kalau delay-nya karena profesionalitas yang kurang memadai dari maskapai penerbangan sih, cukup tepok dada aja sambil bilang "selambat-lambatnya delay pasti akan berangkat juga kok".

Have a good flight, readers!







No comments:

Post a Comment